Rabu, 11 Mei 2011

Menikmati Demokrasi Menuju Kemenangan Dakwah

Demokrasi, dalam definisi aslinya adalah pemerintahan rakyat (demos=rakyat ; kratos=pemerintahan). Kita biasa mengenalnya sebagai pemerintahan “dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat”. Namun pada perkembangannya, definisi ini berubah seiring dengan waktu.
Dalam demokrasi, terdapat sebuah prinsip yang merupakan pilar demokrasi. Yaitu Trias Politica. Prinsip yang membagi kekuasaan menjadi tiga wilayah; wilayah eksekutif, yudikatif dan legislatif.
Wilayah Legislatif merupakan sebuah lembaga yang membuat dan menetapkan undang-undang. Dan hal tersebutlah yang bertentangan dengan Islam. Dalam Islam, wilayah Legislatif atau otoritas pembuat undang-undang dan hukum hanyalah milik Allah semata. Dan diterjemahkan melalui Al Qur’an dan Al Hadits beserta Ijma’ para ‘ulama.
Dalam prakteknya, kedua wilayah yang lain juga memiliki potensi bahaya yang sama besarnya ketika orang-orang yang ada didalamnya tidak mengindahkan hukum-hukum Tuhan. Hukum yang mereka terjemahkan dan terapkan boleh jadi akan sangat bertentangan dengan hukum Islam.
Tetapi jika kita melihat sisi lain dari demokrasi, maka akan kita temukan beberapa prinsip dan substansi dari demokrasi yang dapat sejalan dengan Islam. Ustadz Yusuf Qardhawi menguraikan diantaranya: (1.) Dalam demokrasi, proses pemilihan seorang pemimpin melibatkan banyak orang untuk mengangkat seorang kandidat yang akan mengurus dan memimpin mereka. (2.) Terdapat campur tangan rakyat dalam usaha meluruskan pemerintahan yang zhalim atau tidak adil. Ini sejalan dengan prinsip amar ma’ruf nahi munkar. (3.) Penetapan hukum yang berdasarkan suara mayoritas tidak bertentangan dengan Islam selama seluruh rakyat yang terlibat memiliki pemahaman dan komitmen yang baik terhadap Islam. (4.) Kebebasan pers, kebebasan mengeluarkan pendapat, otoritas pengadilan, dll.
Dari uraian diatas, nyata terlihat bahwa konsep demokrasi tidaklah mutlak bertentangan dengan Islam akan tetapi juga tidak mutlak bersesuaian dengan Islam. Demokrasi bagaikan malam yang dapat dibentuk menjadi berbagai macam wujud dan tampilan. Jika yang memegangnya adalah orang yang fasik dan kafir, maka kafirlah sifat demokrasi itu. Akan tetapi jika yang memegangnya adalah orang yang taat kepada hukum-hukum Allah, maka Islami-lah sifat demokrasi itu.
Artinya jangan salahkan demokrasinya ketika para pemimpin yang berlindung dibaliknya amat ingkar dan zhalim. Ia hanyalah sebuah aturan yang dapat ditarik-ulur dan disusun sekehendak para pembuatnya. Sebaliknya patut dipertanyakan orang-orang yang memiliki pemahaman yang baik tentang Islam di negeri tersebut: kenapa ia tidak masuk dan membuat demokrasi itu bernafaskan hukum-hukum Allah??
:: Kondisi Global Dunia Islam Sebelum Hilangnya Khilafah Islamiyah
Para Ulama bersepakat, bahwa ungkapan pemerintahan yang berdasarkan kenabian (maalik ‘alaa al minhaaj al nubuwwah - CMIIW ) dalam suatu hadits telah berakhir pasca pemerintahan Khulafaur Rasyidin - Empat kekhalifahan pertama umat Islam. Sisanya hingga tahun 1924 Masehi diyakini sebagai masa kekuasaan raja-raja yang ‘menggigit‘.Lembaga kekhalifahan menjadi tak ubahnya suatu kerajaan dan diatur berdasarkan prinsip ‘kekeluargaan‘. Jabatan khalifah yang seharusnya diserahkan kepada Ummat Islam pasca khalifah meninggal atau uzur dibuat menjadi jabatan warisan turun-temurun. Hukum Islam tidak lagi menjadi sumber utama pemerintahan akan tetapi hanya sebatas komoditi politik semata. Pembunuhan, kecurangan terhadap lawan politik sudah menjadi hal yang biasa pasca Khulafaur Rasyidin.Jelas rakyat akan berfikir dua kali untuk memprotes sang khalifahnya. Selain karena khalifah adalah pemimpin agama dan negara, juga karena tidak adanya corong yang dapat dijadikan alat untuk meluruskan pemerintah.Seiring semakin tuanya usia bumi, maka semakin menurun pula wibawa khalifah di mata rakyat. Hal itu diperparah dengan serangan pemikiran musuh-musuh Islam yang amat gencar, mempromosikan kebebasan hidup dan berfikir, filsafat, kesetaraan, dan hiburan-hiburan yang menyesatkan. Bahkan menjelang wafatnya matisurinya sistem kekhalifahan, khalifah menjadi hanya sekedar simbol atau maskot tanpa makna dari Khilafah Islamiyyah ketika muncul konsep Sulthan (!!! Sulthan not_equal_with Khalifah).
Maka adalah wajar jika pada abad ke duapuluh Kekhalifahan jatuh dan diganti dengan sistem sekuler. Karena secara de facto, sesungguhnya ruh kekhalifahan telah mati sejak lama. Maka haruslah terdapat kesamaan persepsi khilafah macam mana yang akan ditegakkan? Bangga dan ingin menegakkan yang runtuh di tahun 1924 atau ingin meneruskan yang Khulafaur Rasyidin???
:: Kondisi Global Dunia Islam Saat Ini.
Saat ini kita lihat bahwa mayoritas negara-negara di dunia menggunakan sistem ini. Bahkan Demokrasi dianggap sebagai sebuah indikator perkembangan politik suatu negara. Telah diuraikan diatas sebagian konsep demokrasi yang bertentangan dengan Islam. Sebagai sebuah sistem yang dibandingkan dengan sistem Islam, jelas demokrasi bertentangan dengan islam. Namun pernahkah kita fikirkan mengapa umat Islam yang awam sekarang ini mayoritas bersepakat dengan demokrasi? Tidak lain karena pemahaman mereka belum sampai kepada pemahaman yang integral tentang Islam.Lalu dengan keadaan yang seperti demikian tentu tidak arif jika memaksakan hukum Islam tegak secara bulat-bulat berikut dengan seluruh perangkat-perangkatnya ditengah-tengah masyarakat. Tidak hanya akan ditolak, bahkan boleh jadi masyarakat malah akan menolak seluruh nilai-nilai islam.Artinya haruslah ada penerapan yang bertahap dan perlahan seiring dengan proses pendidikan Islam kepada rakyat.Dan hal tersebut tidak dapat dicapai jika tidak masuk dan berikhtiar untuk mengubah sistem dari dalam. Karenanya, alih-alih terus-menerus berdiskusi tiada akhir tentang riwayat kekafiran demokrasi, mengapa tidak berusaha untuk ‘menikmati’ demokrasi, sembari terus berikhtiar mentarbiyah masyarakat dengan Islam.

Kader; Kunci Kemenangan Dakwah

Manusia adalah unsur inti dari kehidupan. Peningkatan dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) senantiasa menjadi isu penting semua organisasi. Bahkan disaat teknologi dianggap sebagai parameter sebuah negara dikatakan maju, SDM tetap menjadi persoalan penting yang diyakini mempengaruhi secara signifikan eksistensi negara tersebut dalam peradaban dunia. “The man behind the gun ”, begitu kira-kira orang sana membahasakan betapa pentingnya unsur manusia disamping teknologi. Bagaimanapun canggihnya teknologi, tidak akan bermanfaat bila tidak ada manusia yang bisa menggunakannya. Bahkan ia dapat menjadi bencana bila manusia menyalah gunakannya.
Dari sini, kita memperoleh dua kata kunci tentang SDM ini. Pertama , dan ini yang terpenting, adalah persoalan pembentukan kepribadian manusia, sehingga ia tak menyalah gunakan apapun yang  berada ditangannya. Kedua, peningkatan kemampuan, kompetensi dan kapabilitas manusia sesuai bakat, minat dan spesialisasinya. Bahwa pengembangan dalam teknologi, metodologi atau apapun tak akan berarti apa-apa jika tak diiringi dengan peningkatan kemampuan manusianya. Singkatnya, kita dapat mengatakan bahwa teknologi, metodologi dan kawan-kawannya hanyalah tools atau alat, manusialah yang menentukan apakah ia bermanfaat atau justru menjadi bencana.
Dua aspek penting yang terkait SDM, pembentukan kepribadian dan peningkatan kemampuan manusia inilah yang menjadi core kerja tarbiyah kita. Keduanya harus berjalan seiring dan seimbang. Jadi kerja tarbiyah intinya adalah membentuk kepribadian manusia secara bertahap sehingga menjadi pribadi yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya, lalu meningkatkan kemampuannya hingga menjadi kader yang mampu melaksanakan tugas yang diamanahkan kepadanya dalam rangka mengembalikan kejayaan Islam dan kaum muslimin.
Disinilah letak persoalannya. Tarbiyah merupakan metodologi, cara, sarana, alat atau tools . Tarbiyah memerlukan unsur lain agar dapat diaplikasikan. Kita asumsikan unsur lain itu adalah manhaj, idarah (manajemen), Murabbi dan Mutarabbi .
Mari kita renungkan lebih dalam. Untuk aspek manhaj, kita sudah memilikinya. Bahkan untuk menjaga ta’shil (orisinalitas) dan mengikuti perkembangan lapangan,manhaj tarbiyah terus dievaluasi dan direvisi secara berkala. Lebih jauh, seluruh kader dapat secara langsung memiliki dan mengakses manhaj itu karena telah dibukukan. Untuk aspek  idarah pun demikian, kader dapat mengakses sistem itu dengan mudah, apalagi idarah ini bukanlah suatu konsep yang sulit dan rumit bagi rata-rata kader.
Tetapi sebagaimana “kaidah” diawal tulisan ini, betapapun bagus dan lengkapnya manhaj atau idarah yang dimiliki, tak akan berarti apa-apa jika tak ada yang mampu dan mau mengaplikasikannya. Jadi, suka tidak suka kita harus kembali kepada pentingnya unsur manusia (dalam konteks ini adalah Murabbi dan Mutarabbi) untuk membuat tarbiyah berjalan dengan baik.
Maka, upaya merevisi manhaj dan idarah harus diiringi dengan upaya penyiapan dan peningkatan kemampuan para Murabbi. Ini karena para Murabbi adalah “The man behind The Manhaj and The Idarah ”. Lalu, siapa yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan program penyiapan dan peningkatan kemampuan para Murabbi? Ya, jawabannya adalah struktur yang memiliki program tersebut. Dan siapa yang berada di struktur itu? Manusia juga kan ? Maka upaya yang harus dilakukan juga adalah meng up grade mereka yang berada di struktur tarbiyah hingga punya kemampuan dan kemauan melaksanakan program yang menjadi tanggung jawabnya.
Demikianlah persoalan ini akan saling terkait satu dengan lainnya. Tetapi pada intinya, faktor manusia (kader) senantiasa menjadi yang sangat signifikan mempengaruhi keberhasilan dakwah, bersama faktor tools lainnya tadi.
Tengoklah sejarah. Keberhasilan dakwah Rasulullah bisa dikatakan sangat didukung oleh dua faktor SDM, disamping tentu saja faktor bimbingan manhaj Alllah SWT. Faktor pertama adalah beliau sendiri sebagai SDM Murabbi yang handal, dan faktor kedua yang tak boleh diabaikan, adalah adanya SDM mutarabbi kader-kader yang berkualitas, yang dalam  istilah Syaikh Sayyid Quthb disebut sebagai al-Jiil al-Qur’an al-Fariid (Generasi Qur’ani Yang Unik). Itulah Abu Bakr ash-Sidq, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Amr bin Yasir, Abdullah bin Mas’ud dan masih banyak lagi. Merekalah generasi shahabat Rasululllah SAW yang mempersembahkan hidup mati mereka demi tegaknya izzul Islam wal muslimin.
Jadi, jika ingin meraih kembali kemenangan dakwah, kita harus membenahi kader disemua jenjang dan lapisnya. Kader jajaran pimpinan, kader fungsionaris struktur, kader yang berada di lembaga legislatif atau eksekutif, kader kepala daerah, kader birokrat, kader profesional, kader Murabbi dan kader Mutarabbi, semuanya harus dikokohkan secara terus menerus tarbiyahnya. Konsekwensinya adalah program-program yang berorientasi pada pengokohan tarbiyah kader harus menjadi prioritas kita. Agar kader memiliki energi dahsyat untuk melakukan kerja-kerja dakwah. Agar Allah memberikan pertolongan- Nya. Maka dengan kekuatan kader dan pertolongan Allah, insya Allah dakwah ini akan mengembalikan izzul islam wal muslimin. Allahu Akbar!