Sabtu, 25 Juni 2011

Tarbiyah Siyasiyah

Judul Buku : Tarbiyah Siyasiyah
Penulis : Ahmad Dzakirin
Penerbit : Era Adicitra Intermedia, Solo
Cetakan Ke : 1
Tahun Terbit : Jumadatas Tsaniyah 1431 H/Juni 2010
Tebal Buku : xxiv + 152 halaman

Ketika dakwah memasuki wilayah politik, tarbiyah siyasiyah mutlak dibuthkan. Bahkan, berangkat dari karakteristik Islam yang syamil, yang mengatur segala bidang kehidupan, tarbiyah siyasiyah pun menjadi keniscayaan.

Tarbiyah siyasiyah yang bermakna pendidikan politik sesungguhnya sangatlah luas. Ia bukan saja membahas teori-teori politik, tetapi sampai pada metode pengelolaan negara. Ia bukan saja terbatas pada pengetahuan politik, tetapi juga bagaimana memberdayakan umat untuk bisa berpartisipasi dalam perbaikan pemerintahan atau islahul hukumah.

Dalam buku ini, tarbiyah siyasiyah didefinisikan sebagai: "Upaya membangun dan menumbuhkan keyakinan dan nilai dalam rangka membentuk kepribadian politik yang dikehendaki melalui terbentuknya orientasi dan sensivitas politik para anggota sehingga menjadi partisipan politik aktif dalam kehidupan politik keseharian mereka."

Dengan demikian, sasaran yang hendak dicapai melalui tarbiyah siyasiyah adalah menculnya kesadaran politik (wa'yu siyasi), terbentuknya kepribadian politik (dzat siyasiyah), dan munculnya partisipasi politik yang aktif (musyarakah siyasiyah). Pada akhirnya, selain memiliki pemahaman epistemologis tentang politik dalam Islam dan keyakinan jalan Islam sebagai solusi (al-Islam huwal hallu), umat yang telah mendapatkan tarbiyah siyasiyah juga berafiliasi dalam amal jama'i sebagai upaya mengimplementasikan politik Islam yang telah mereka yakini.

Politik; Antara Islam dan Barat
Hal pertama yang menjadi bahasan dalam buku ini, bahkan sebelum definisi tarbiyah siyasiyah, adalah definisi politik itu sendiri. Agar relevan dengan kondisi sekarang serta bisa diketahui keunggulan politik Islam, maka perlu diperbandingkan politik dalam pandangan Barat dengan politik dalam pandangan Islam. Pandangan politik Barat bisa diketahui akarnya dari pemikiran politik Plato dan Aristoteles. Sehingga pokok-pokok pemikaran politik Barat terformulasikan ke dalam prinsip-prinsip pemisahan politik dengan etika, agama dengan hukum, pembedaan kedudukan antara masyarakat dan negara, kedaulatan politik dan personalitas negara dalam pembuatan hukum.

Sedangkan dalam Islam, politik harus bersumber dari agama. Sebagaimana karakter Islam yang syamil, mengatur segala segi kehidupan, maka politik pun harus sejalan dengan syariat. Bahkan definisi politik (baca: siyasah syar'iyah) itu sendiri berarti segala upaya untuk memperhatikan urusan kaum muslimin, dengan jalan menghilangkan kezaliman penguasa dan melenyapkan kejahatan musuh kafir dari mereka.

Maka perbedaan pertama antara politik Islam dan politik Barat (sekuler) adalah landasannya. Politik Islam dibangun dari tauhid, sementara politik Barat justru memisahkan politik dari agama. Standart kebenaran dalam politik Islam jelas, yaitu Al-Qur'an dan hadits, sementara standar kebenaran dalam politik Barat bersifat relatif, sesuai dengan kesepakatan rakyat (atau atas nama rakyat).

Perbedaan lainnya adalah sumber kedaulatan, legitimasi kekuasaan, dan aplikasi. Pada politik Islam, sumber kedaulatan adalah Allah SWT. Maka segala hukum dan keputusan politik harus bersumber dari sana. Sedangkan politik Barat menjadikan rakyat sebagai pemilik kedaulatan, tidak peduli apa aturan Tuhan. Dalam politik Islam, legitimasi kekuasaannya adalah manusia dengan nilai, semetara politik Barat minus nilai. Lalu pada tataran aplikasi, politik Islam cenderung stabil karena berpedoman pada nilai-nilai Ilahiyah yang sudah given, sementara politik Barat bersifat spekulatif dan penuh konflik.

Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Islam
Negara dan pemerintahan memiliki kedudukan yang sangat penting dalam Islam. Ada enam alasan yang menunjukkan hal itu. Pertama, Al-Qur'an memiliki seperangkat hukum –misalnya qishash, maliyah, dan jihad- yang pelaksanaannya membutuhkan negara dan pemerintahan. Kedua, pelaksanaan dan pengawasan aqidah, syariah, dan akhlak yang telah diatur dalam Al-Qur'an membutuhkan intervensi negara. Ketiga, adanya ucapan-ucapan nabi yang dapat menjadi istidlal bahwa negara dan pemerintahan menjadi elemen penting dalam ajaran Islam. Keempat, perbuatan Nabi yang dapat dipandang sebagai bentuk pelaksanaan tugas-tugas negara dan kepemerintahan. Kelima, para sahabat lebih memprioritaskan memilih pemimpin pengganti Nabi daripada mengurus jenazah beliau. Dan keenam, kepemimpinan (imarah) telah menjadi bahan kajian dan pembahasan para ulama dalam kitab mereka sepanjang sejarah.

Dalam negara atau pemerintahan Islam, kepemimpinan tertinggi dikenal sebagai khilafah. Terminologi khilafah ini dipakai untuk menjelaskan tugas yang diemban para pemimpin pascakenabian. Kepemimpinan dalam perspektif khilafah –menurut Ahmad Dzakirin- lebih merefleksikan pemahaman terhadap nilai dan prinsip kepemimpinan yang benar menurut Islam ketimbang sebagai sebuah eksistensi maupun bentuk pemerintahan.

Kepemimpinan dalam Islam, yang pada tingkatan tertingginya merupakan implementasi tugas kekhilafahan, setidaknya harus memenuhi tiga syarat: integritas keilmuan, integritas moral (keshalehan individual), dan kemampuan profesional.

Dalam kaitannya dengan mekanisme pengangkatan kepemimpinan, Al-Qur'an dan Sunnah tidak menetapkan mekanismenya. Yang kita dapati adalah ijma' (kesepakatan) sahabat. Mereka memilih Abu Bakar, Umar hingga Ali dengan cara yang berbeda. Abu Bakar dengan musyawarah mufakat, Umar ditunjuk oleh pemimpin sebelumnya, Ustman melalui tim formatur, dan Ali secara aklamasi dibaiat kaum muslimin Madinah dan Kufah.

Selain kepemimpinan yang lebih condong sebagai eksekutif, dalam Islam juga dikenal ahlul hall wal aqdi yang menjalankan fungsi legislatif, dan adanya para qadhi atau hakim sebagai unsur yudikatif.

Sementara dalam penyelenggaraan pemerintahannya, politik Islam memiliki prinsip syura, prinsip keadilan, prinsip kebebasan, dan prinsip persamaan yang meliputi persamaan umum, persamaan di depan hukum, dan persamaan hak-hak sosial.

Islam dan Demokrasi
Demokrasi sebagai ide politik modern Barat merupakan hal yang tidak pernah berhenti untuk didiskusikan dalam perpolitikan Islam modern. Ini dikarenakan adanya hal-hal positif dalam demokrasi yang sejalan dengan nilai Islam dan bisa dimanfaatkan oleh Islam alih-alih pilihan-pilihan politik lain yang kemadharatannya jauh lebih besar. Namun demikian, ada banyak kelemahan sistemis dari demokrasi dalam praktiknya di negeri-negeri muslim.

Gerakan Islam dewasa ini sepatutnya untuk tidak keberatan dengan praktik demokrasi dan perlu secara tegas menepis kecurigaan dari kalangan sekuler bahwa demokrasi hanya dijadikan alat untuk mencapai kemenangan.

Belajar dari Gerakan Islam Turki
Pada bab terakhir, Ahmad Dzakirin mengajak gerakan Islam di Indonesia untuk belajar dari Gerakan Islam di Turki, khususnya AKP. AKP bisa memenangkan dua pemilu berturut-turut dengan suara mayoritas dan membawa rakyat Turki untuk mempercayai pemerintahan AKP dalam menyelesaikan berbagai problematika yang dihadapi Turki. [Muchlisin]

Jumat, 24 Juni 2011

Menuju Kemenangan Dakwah Kampus

Menjelang Pemilu Legislatif 2009 lalu, sebuah televisi swasta menggelar acara Uji Kandidat. Malam itu, hadir Tifatul Sembiring sebagai peserta. Pada sesi awal setiap peserta diuji dengan kata berkait. Presenter membacakan kata/istilah, dan peserta harus menjawabnya dengan kata/istilah yang terkait erat. Salah satu kata yang dibacakan presenter acara itu adalah: "Dakwah". Dengan cepat, hampir tanpa jeda waktu Tifatul langsung menjawab: "Kampus!".

Itu hanya sebuah contoh betapa dakwah dan kampus adalah hal yang sangat erat dalam dunia Islam modern, termasuk di Indonesia. Sama seperti Tifatul, banyak diantara kita yang juga akan mengucapkan "kampus" untuk meneruskan kata "dakwah".

Dakwah kampus memang memiliki kekhasannya sendiri dari dakwah-dakwah pada segmen lainnya. Ia identik dengan idealisme, semangat, dan jiwa muda. Dakwah kampus juga menjadi basis penyuplai kader. Dari dakwah kampus lahirlah kader-kader yang kemudian menjadi tulang punggung dakwah. Banyak qiyadah yang dihasilkan dari sana. Tidak salah jika kemudian dakwah kampus disebut sebagai primadona.

Kesuksesan mengelola dakwah kampus ini, dengan demikian, akan menjadi kontribusi sangat besar bagi kesuksesan dakwah secara makro. Kemenangan dakwah kampus ini, dengan demikian, adalah kemenangan awal bagi dakwah seluruhnya; di segala lini dan bidang kehidupan. Tentu saja, kemenangan dakwah kampus tidak hanya sekedar diukur dari keberhasilan mendudukkan kader dakwah sebagai presiden BEM. Tidak hanya diukur dengan maraknya masjid oleh kegiatan keislaman. Bukan hanya itu.

Buku Menuju Kemenangan Dakwah Kampus karya Ahmad Atian ini mengajak para Aktifis Dakwah Kampus (ADK) untuk menggapai kemenangan dakwah kampus dalam maknanya yang lebih luas. Yakni kemenangan dakwah kampus yang secara fisik terwujud dalam dua hal besar, yaitu terwujudnya masyarakat kampus madani sejahtera dan terciptanya pemerintahan kampus yang adil dan berdaulat. Masyarakat kampus madani yang dimaksud di sini adalah masyarakat kampus yang hidup dalam nilai-nilai Islam. Sementara pemerintahan kampus yang berdaulat berarti pemerintahan kampus yang menerapkan nilai-nilai Islam dengan identitas demokratis-aspiratif, kreatif dan berdaya, yang melekat padanya. Pemerintahan kampus di sini bukan sebatas pemerintahan mahasiswa, tetapi juga birokrasi kampusnya.

Untuk mencapai kemenangan dakwah kampus ini, diperlukan enam kerangka strategis yang merupakan format dakwah kampus masa depan: dakwah prestatif, creative majority, dakwah kaya, ketokohan sosial, kepemimpinan sejati, dan maskimalisasi peran mujahidah dakwah kampus.

Dakwah prestatif artinya dakwah kampus harus menjadi rahim bagi karya-karya besar. Dakwah kampus harus menjadi basis prestasi. Creative Majority berarti dakwah kampus harus memiliki kapabilitas dalam dua hal sekaligus; kualitas dan kuantitas. Kadernya banyak dan tangguh. Berawal dari kader-kader yang kreatif, inovatif, dan pandai berstrategi. Dengan demikian pos-pos strategis dalam kampus telah diisi oleh ADK dan berada dalam koordinasi DK.

Dakwah Kaya maksudnya dakwah kampus menjadi benar-benar kaya dalam 10 hal: kaya hati, kaya akhlak, kaya ilmu, kaya materi, kaya kader, kaya visi dan cita-cita, kaya ide dan gagasan, kaya strategi dan rekayasa, kaya hubungan dan jaringan, serta kaya amal.

Ketokohan sosial dalam konteks menuju kemenangan dakwah kampus berarti menabur kiprah terbaik (KT) di tengah-tengah umat sekaligus membangun kepercayaan atau pengakuan umat terhadap kapasitas DK (Kp). Ketokohan Sosial (KS) menjadi semakin besar saat KT dan Kp meningkat nilainya.

Kepemimpinan Sejati artinya DK harus melahirkan para pemimpin sejak di dunia kampus yang efektif dan kuat. Meskipun dalam Bab 3 buku ini hanya dibatasi dalam kepemimpinan di LDK, kepemimpinan tangguh juga diperlukan di BEM dan berbagai pos strategis lainnya, termasuk birokrasi kampus. Dalam kaitan ini (juga semua langkah menuju kemenangan dakwah kampus) terlihat begitu pentingnya peran ADK Permanen.

Maksimalisasi Kiprah Mujahidah DK. Hampir semua LDK telah memiliki departemen keputrian atau sejenisnya. Yang diperlukan adalah bagaimana memaksimalkan para mujahidah dakwah kampus ini sehingga dakwah kepada muslimah yang jumlahnya lebih besar menjadi efektif.

Enam kerangka strategis dakwah kampus ini bisa dicapai dengan terlebih dahulu melakukan perbaikan internal dakwah kampus melalui dua tahap. Tahap I bersifat umum yang harus dilaksanakan pada sluruh cakupan dan tataran. Yakni meliputi: kembali kepada ashalah dakwah kampus, menghapus trauma persepsi, dan berkomitmen dengan sikap terbaik. Lalu tahap II berada pada tataran kebijakan, bersifat khusus, dan dilaksanakan oleh qiyadah. Ia terdiri atas; membuka kran komunikasi dan informasi serta memunculkan kepemimpinan baru.

Lebih jelas dan lengkapnya tentu Antum, khususnya para aktifis dakwah kampus harus membaca sendiri buku Menuju Kemenangan Dakwah Kampus ini secara lengkap. Buku ketujuh dari 100 buku pengokohan tarbiyah ini memang spesial untuk para mujahid kampus, para ADK, agar seperti judulnya, dengan panduan ini dakwah kampus akan mencapai kemenangannya.[Muchlisin]

Senin, 30 Mei 2011

Bedah Buku Membentuk Karakter Cara Islami

Membentuk karakter cara islam
Oleh : M. Anis Matta. Al-I’tishom ,2006
Buku ini walaupun mini, namun mafaatya sangat banyak bagi kehidupan. Satu hal yang menurut saya bagus dari buku-buku M. Anis Matta adalah kajian dalam buku beliau aplikatif dan mudah diterapkan. Beliau mengkaji dari hal-hal yang simpel namun sangat besar dampaknya bagi kehidupan kita. begitu juga dengan buku ini “membentuk karakter cara islam”.
Salah satu hal yang mendasari ditulisnya buku ini dan pentingnya buku ini untuk dikaji dan diterapkan dalam kehidupan kita adalah sebagian besar umat islam sekarang ini bingung dengan karakter islam yang benar. Misalnya ; mau mencontoh yang dianggap kiyai/ustadz tapi yang dicontoh malah melakukan pelanggaran agama, dalam bahasa simpel dapat dikatakan Krisis tauladan. Sangat sulit bagi kita untuk mencari seorang teladan yang bena-benar islam.
Selain itu, di abad 21 ini seakan masyaraat kehilangan jatidiri keislaman mereka. Sebagian umat muslim tidak utuh dalam menampilkan kepribadian islam. Ada yang begitu getol memperhatikan akhlak hatinya namun kurang dalam memperhatikan akhlak pemikirannya. Atau akhlak individunya bagus namun akhlak sosialnya kurang bagus. Ini perlu disadari oleh seorang muslim yang hidup di era modern ini.
Selain itu, serangan westernisasi seakan semakin membuat bingung masyarakat, mana akh;ak islam dan mana akhlak yang bukan islam. Umar bin Khatab pernah mengatakan “ sampul islam ini akan pudar satu per satu manakala umat islam hidup tidak mengenal jahiliyah”.
Pemahaman seseorang tentang sebagian umat islam ada yang masih belum menyeluruh. Mereka sebagian menganggap bahwa kalau sudah ibadah shalat ya sudah, tidak perlu melakukan ibadah yang lain. Inilah pemahaman yang harus diperbaiki. Islam tidak hanya mengatur hubungan dengan Allah, namun juga hubungan dengan manusia dan alam sekitarnya.
Maka dari itu, hadirnya buku ini “membentuk karakter cara islam” bisa menjadi terapi bagi umat yang haus akan keteladanan dan dapat mengobati umat islam untuk memahami islam secara kaffah (menyeluruh). Dalam buku ini diawali dengan pembahasan tentang krisis moral dan kepribadian. Selanjutnya membahas tentang kedudukan akhlak dalam kehidupan. Lalu penulis mengontraskan antara akhlak terpuji dan akhlak tercela. Di bab akhir diterangkan tentang bagaimana mengembangkan akhlak dan karakter serta dilengkapi dengan faktor-faktor pembentuk perilaku.
Dalam buku ini juga dibahas tentag akar-akar penyakit akhlak yaitu subhat dan syahwat. Penyakit subhat diakibatkan kedangkalan ilmu. Kedangkalan ilmu diakibatkan oleh lemahnya akal. Sedangkan penyakit syahwat disebabkan oleh lemahnya kemauan. Lemahnya kemauan disebabkan oleh kelemahan jiwa. Maka jiwa dan akal seseorang akan mengakibatkan keburukan akhlak manakala keduanya lemah. Lalu bagaimana cara menggairahkan keduanya? Dalam bab akhir buku ini diuraikan tentang terapi inelektual, terapi mental dan terapi jasad yang sangat membantu kita dalam membentuk akhlak yang karimah, akhlak yang manusiawi.
Dalam bab faktor-faktor pembentuk kepibadian, beliau menyebutkan ada dua faktor utama yaitu faktor internal dan faltor eksternal. Faktor intrinsik yang dipengaruhi oleh kebutuhan, secara alami manusia harus memenuhi kebutuhan biologis, psikologis dan pemikirannya. Manakala kebutuhannya itu tidak dilandasi dari akhlak yang islami maka akan menimbulkan perilaku yang negtif. Sedangkan faktor ekternalnya ada tiga yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sosial dan lingkungan pendidikan.
Menurut sudut pandang islampun ada dua faktor dalam pembentuk kepribadian yaitu akhlak fitriyah (sifat bawaan yang melekat sejak ia diciptakan baik sifat fisik maupun sifat jiwa), dan akhlak mukasabah (sifat yang semula tidak ada dalam sifat bawaan seseorang namun diperoleh mellui lingkungan alam dan sosial, pendidikan, latihan dan pengalaman.
Rasulullah SAW Bersabda “ilmu diperoleh dengan belajar dan sifat santun diperoleh dengan latihan menjadi santun” HR. Bukhari
Metode pengembangan perilaku terdiri dari 3 tahap yaitu tahap I : pengarahan, pembiasaan, keteladanan, penguatan (hadiah), pelemahan (hukuman), dan indoktrinasi. Tahap II : menanamkan nilai melalui dialog yang bertujian meyakinkan, pembimbingan (bukan instruksi), dan pelibatan (bukan pemaksaan). Tahap III : perumusan visi dan misi hidup pribadi dan penguatan akan tanggungjawablangsung kepada Allah SWT.
Kepribadian terbentuk setelah adanya proses 1) adanya nilai yang diserap dari berbagai sumber, 2) nilai membentuk pola pikir seseorang yang secara sadar ataupun tidak akan membentuk visi, 3)Visi akan turun kewilayah hati dan akan membentuk mentalitasnya, 4)mentalitas melahirkan tidakan yang disebut sikap, dan 5)sikap yang secara terus menerus dilakukan akan membentuk kepribadian.
Ada tiga langkah menubah karakter yaitu 1)melakukan perbaikan cara kita berpikir, 2)melakukan perbaikan cara kita merasa dan 3) melakukan perbaikan cara kita berperilaku.
Saya sarankan anda membaca buku ini berulangkali dan menerapkan apa yang ada didalamnya karena buku ini praktis dan sarat makna.
seperti apa anda tergantung dari diri anda sendiri dan mungkin orang akan mencela anda manakala anda berperilaku berbeda, tetapi ingat, BERUBAH ITU SULIT NAMUN AKAN LEBIH SULIT LAGI JIKA ANDA TIDAK BERUBAH.

Rabu, 11 Mei 2011

Menikmati Demokrasi Menuju Kemenangan Dakwah

Demokrasi, dalam definisi aslinya adalah pemerintahan rakyat (demos=rakyat ; kratos=pemerintahan). Kita biasa mengenalnya sebagai pemerintahan “dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat”. Namun pada perkembangannya, definisi ini berubah seiring dengan waktu.
Dalam demokrasi, terdapat sebuah prinsip yang merupakan pilar demokrasi. Yaitu Trias Politica. Prinsip yang membagi kekuasaan menjadi tiga wilayah; wilayah eksekutif, yudikatif dan legislatif.
Wilayah Legislatif merupakan sebuah lembaga yang membuat dan menetapkan undang-undang. Dan hal tersebutlah yang bertentangan dengan Islam. Dalam Islam, wilayah Legislatif atau otoritas pembuat undang-undang dan hukum hanyalah milik Allah semata. Dan diterjemahkan melalui Al Qur’an dan Al Hadits beserta Ijma’ para ‘ulama.
Dalam prakteknya, kedua wilayah yang lain juga memiliki potensi bahaya yang sama besarnya ketika orang-orang yang ada didalamnya tidak mengindahkan hukum-hukum Tuhan. Hukum yang mereka terjemahkan dan terapkan boleh jadi akan sangat bertentangan dengan hukum Islam.
Tetapi jika kita melihat sisi lain dari demokrasi, maka akan kita temukan beberapa prinsip dan substansi dari demokrasi yang dapat sejalan dengan Islam. Ustadz Yusuf Qardhawi menguraikan diantaranya: (1.) Dalam demokrasi, proses pemilihan seorang pemimpin melibatkan banyak orang untuk mengangkat seorang kandidat yang akan mengurus dan memimpin mereka. (2.) Terdapat campur tangan rakyat dalam usaha meluruskan pemerintahan yang zhalim atau tidak adil. Ini sejalan dengan prinsip amar ma’ruf nahi munkar. (3.) Penetapan hukum yang berdasarkan suara mayoritas tidak bertentangan dengan Islam selama seluruh rakyat yang terlibat memiliki pemahaman dan komitmen yang baik terhadap Islam. (4.) Kebebasan pers, kebebasan mengeluarkan pendapat, otoritas pengadilan, dll.
Dari uraian diatas, nyata terlihat bahwa konsep demokrasi tidaklah mutlak bertentangan dengan Islam akan tetapi juga tidak mutlak bersesuaian dengan Islam. Demokrasi bagaikan malam yang dapat dibentuk menjadi berbagai macam wujud dan tampilan. Jika yang memegangnya adalah orang yang fasik dan kafir, maka kafirlah sifat demokrasi itu. Akan tetapi jika yang memegangnya adalah orang yang taat kepada hukum-hukum Allah, maka Islami-lah sifat demokrasi itu.
Artinya jangan salahkan demokrasinya ketika para pemimpin yang berlindung dibaliknya amat ingkar dan zhalim. Ia hanyalah sebuah aturan yang dapat ditarik-ulur dan disusun sekehendak para pembuatnya. Sebaliknya patut dipertanyakan orang-orang yang memiliki pemahaman yang baik tentang Islam di negeri tersebut: kenapa ia tidak masuk dan membuat demokrasi itu bernafaskan hukum-hukum Allah??
:: Kondisi Global Dunia Islam Sebelum Hilangnya Khilafah Islamiyah
Para Ulama bersepakat, bahwa ungkapan pemerintahan yang berdasarkan kenabian (maalik ‘alaa al minhaaj al nubuwwah - CMIIW ) dalam suatu hadits telah berakhir pasca pemerintahan Khulafaur Rasyidin - Empat kekhalifahan pertama umat Islam. Sisanya hingga tahun 1924 Masehi diyakini sebagai masa kekuasaan raja-raja yang ‘menggigit‘.Lembaga kekhalifahan menjadi tak ubahnya suatu kerajaan dan diatur berdasarkan prinsip ‘kekeluargaan‘. Jabatan khalifah yang seharusnya diserahkan kepada Ummat Islam pasca khalifah meninggal atau uzur dibuat menjadi jabatan warisan turun-temurun. Hukum Islam tidak lagi menjadi sumber utama pemerintahan akan tetapi hanya sebatas komoditi politik semata. Pembunuhan, kecurangan terhadap lawan politik sudah menjadi hal yang biasa pasca Khulafaur Rasyidin.Jelas rakyat akan berfikir dua kali untuk memprotes sang khalifahnya. Selain karena khalifah adalah pemimpin agama dan negara, juga karena tidak adanya corong yang dapat dijadikan alat untuk meluruskan pemerintah.Seiring semakin tuanya usia bumi, maka semakin menurun pula wibawa khalifah di mata rakyat. Hal itu diperparah dengan serangan pemikiran musuh-musuh Islam yang amat gencar, mempromosikan kebebasan hidup dan berfikir, filsafat, kesetaraan, dan hiburan-hiburan yang menyesatkan. Bahkan menjelang wafatnya matisurinya sistem kekhalifahan, khalifah menjadi hanya sekedar simbol atau maskot tanpa makna dari Khilafah Islamiyyah ketika muncul konsep Sulthan (!!! Sulthan not_equal_with Khalifah).
Maka adalah wajar jika pada abad ke duapuluh Kekhalifahan jatuh dan diganti dengan sistem sekuler. Karena secara de facto, sesungguhnya ruh kekhalifahan telah mati sejak lama. Maka haruslah terdapat kesamaan persepsi khilafah macam mana yang akan ditegakkan? Bangga dan ingin menegakkan yang runtuh di tahun 1924 atau ingin meneruskan yang Khulafaur Rasyidin???
:: Kondisi Global Dunia Islam Saat Ini.
Saat ini kita lihat bahwa mayoritas negara-negara di dunia menggunakan sistem ini. Bahkan Demokrasi dianggap sebagai sebuah indikator perkembangan politik suatu negara. Telah diuraikan diatas sebagian konsep demokrasi yang bertentangan dengan Islam. Sebagai sebuah sistem yang dibandingkan dengan sistem Islam, jelas demokrasi bertentangan dengan islam. Namun pernahkah kita fikirkan mengapa umat Islam yang awam sekarang ini mayoritas bersepakat dengan demokrasi? Tidak lain karena pemahaman mereka belum sampai kepada pemahaman yang integral tentang Islam.Lalu dengan keadaan yang seperti demikian tentu tidak arif jika memaksakan hukum Islam tegak secara bulat-bulat berikut dengan seluruh perangkat-perangkatnya ditengah-tengah masyarakat. Tidak hanya akan ditolak, bahkan boleh jadi masyarakat malah akan menolak seluruh nilai-nilai islam.Artinya haruslah ada penerapan yang bertahap dan perlahan seiring dengan proses pendidikan Islam kepada rakyat.Dan hal tersebut tidak dapat dicapai jika tidak masuk dan berikhtiar untuk mengubah sistem dari dalam. Karenanya, alih-alih terus-menerus berdiskusi tiada akhir tentang riwayat kekafiran demokrasi, mengapa tidak berusaha untuk ‘menikmati’ demokrasi, sembari terus berikhtiar mentarbiyah masyarakat dengan Islam.

Kader; Kunci Kemenangan Dakwah

Manusia adalah unsur inti dari kehidupan. Peningkatan dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) senantiasa menjadi isu penting semua organisasi. Bahkan disaat teknologi dianggap sebagai parameter sebuah negara dikatakan maju, SDM tetap menjadi persoalan penting yang diyakini mempengaruhi secara signifikan eksistensi negara tersebut dalam peradaban dunia. “The man behind the gun ”, begitu kira-kira orang sana membahasakan betapa pentingnya unsur manusia disamping teknologi. Bagaimanapun canggihnya teknologi, tidak akan bermanfaat bila tidak ada manusia yang bisa menggunakannya. Bahkan ia dapat menjadi bencana bila manusia menyalah gunakannya.
Dari sini, kita memperoleh dua kata kunci tentang SDM ini. Pertama , dan ini yang terpenting, adalah persoalan pembentukan kepribadian manusia, sehingga ia tak menyalah gunakan apapun yang  berada ditangannya. Kedua, peningkatan kemampuan, kompetensi dan kapabilitas manusia sesuai bakat, minat dan spesialisasinya. Bahwa pengembangan dalam teknologi, metodologi atau apapun tak akan berarti apa-apa jika tak diiringi dengan peningkatan kemampuan manusianya. Singkatnya, kita dapat mengatakan bahwa teknologi, metodologi dan kawan-kawannya hanyalah tools atau alat, manusialah yang menentukan apakah ia bermanfaat atau justru menjadi bencana.
Dua aspek penting yang terkait SDM, pembentukan kepribadian dan peningkatan kemampuan manusia inilah yang menjadi core kerja tarbiyah kita. Keduanya harus berjalan seiring dan seimbang. Jadi kerja tarbiyah intinya adalah membentuk kepribadian manusia secara bertahap sehingga menjadi pribadi yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya, lalu meningkatkan kemampuannya hingga menjadi kader yang mampu melaksanakan tugas yang diamanahkan kepadanya dalam rangka mengembalikan kejayaan Islam dan kaum muslimin.
Disinilah letak persoalannya. Tarbiyah merupakan metodologi, cara, sarana, alat atau tools . Tarbiyah memerlukan unsur lain agar dapat diaplikasikan. Kita asumsikan unsur lain itu adalah manhaj, idarah (manajemen), Murabbi dan Mutarabbi .
Mari kita renungkan lebih dalam. Untuk aspek manhaj, kita sudah memilikinya. Bahkan untuk menjaga ta’shil (orisinalitas) dan mengikuti perkembangan lapangan,manhaj tarbiyah terus dievaluasi dan direvisi secara berkala. Lebih jauh, seluruh kader dapat secara langsung memiliki dan mengakses manhaj itu karena telah dibukukan. Untuk aspek  idarah pun demikian, kader dapat mengakses sistem itu dengan mudah, apalagi idarah ini bukanlah suatu konsep yang sulit dan rumit bagi rata-rata kader.
Tetapi sebagaimana “kaidah” diawal tulisan ini, betapapun bagus dan lengkapnya manhaj atau idarah yang dimiliki, tak akan berarti apa-apa jika tak ada yang mampu dan mau mengaplikasikannya. Jadi, suka tidak suka kita harus kembali kepada pentingnya unsur manusia (dalam konteks ini adalah Murabbi dan Mutarabbi) untuk membuat tarbiyah berjalan dengan baik.
Maka, upaya merevisi manhaj dan idarah harus diiringi dengan upaya penyiapan dan peningkatan kemampuan para Murabbi. Ini karena para Murabbi adalah “The man behind The Manhaj and The Idarah ”. Lalu, siapa yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan program penyiapan dan peningkatan kemampuan para Murabbi? Ya, jawabannya adalah struktur yang memiliki program tersebut. Dan siapa yang berada di struktur itu? Manusia juga kan ? Maka upaya yang harus dilakukan juga adalah meng up grade mereka yang berada di struktur tarbiyah hingga punya kemampuan dan kemauan melaksanakan program yang menjadi tanggung jawabnya.
Demikianlah persoalan ini akan saling terkait satu dengan lainnya. Tetapi pada intinya, faktor manusia (kader) senantiasa menjadi yang sangat signifikan mempengaruhi keberhasilan dakwah, bersama faktor tools lainnya tadi.
Tengoklah sejarah. Keberhasilan dakwah Rasulullah bisa dikatakan sangat didukung oleh dua faktor SDM, disamping tentu saja faktor bimbingan manhaj Alllah SWT. Faktor pertama adalah beliau sendiri sebagai SDM Murabbi yang handal, dan faktor kedua yang tak boleh diabaikan, adalah adanya SDM mutarabbi kader-kader yang berkualitas, yang dalam  istilah Syaikh Sayyid Quthb disebut sebagai al-Jiil al-Qur’an al-Fariid (Generasi Qur’ani Yang Unik). Itulah Abu Bakr ash-Sidq, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Amr bin Yasir, Abdullah bin Mas’ud dan masih banyak lagi. Merekalah generasi shahabat Rasululllah SAW yang mempersembahkan hidup mati mereka demi tegaknya izzul Islam wal muslimin.
Jadi, jika ingin meraih kembali kemenangan dakwah, kita harus membenahi kader disemua jenjang dan lapisnya. Kader jajaran pimpinan, kader fungsionaris struktur, kader yang berada di lembaga legislatif atau eksekutif, kader kepala daerah, kader birokrat, kader profesional, kader Murabbi dan kader Mutarabbi, semuanya harus dikokohkan secara terus menerus tarbiyahnya. Konsekwensinya adalah program-program yang berorientasi pada pengokohan tarbiyah kader harus menjadi prioritas kita. Agar kader memiliki energi dahsyat untuk melakukan kerja-kerja dakwah. Agar Allah memberikan pertolongan- Nya. Maka dengan kekuatan kader dan pertolongan Allah, insya Allah dakwah ini akan mengembalikan izzul islam wal muslimin. Allahu Akbar!